(0362) 21985
bagumumsetdabuleleng@gmail.com
Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng

Perda Pajak dan Retribusi Disahkan, Pj Bupati Buleleng Segera Atur Nilai NJOP

Admin umumsetda | 10 Oktober 2023 | 72 kali

Setelah disahkannya peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah, Penjabat (Pj) Bupati Buleleng segera mengatur nilai jual objek pajak (NJOP) dengan mengadakan forum diskusi.

Dua rancangan peraturan daerah (ranperda) yakni ranperda tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup (PPLH) tahun 2023-2053 serta ranperda tentang pajak daerah dan retribusi daerah telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Buleleng dalam rapat paripurna yang berlangsung Selasa (10/10). Pasca sah menjadi perda, hal berikutnya yang harus disesuaikan adalah besaran NJOP khususnya untuk lahan pertanian.

Ditemui usai rapat paripurna, Pj Bupati Ketut Lihadnyana mengatakan jika dalam perda pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) diatur tarif dan NJOP. NJOP inilah yang akan dirumuskan kembali besarannya dan diatur dalam peraturan bupati. “Saya sudah koordinasikan dengan fungsional pajak untuk kita bisa merumuskan nilai NJOP yang proporsional dan tidak memberatkan masyarakat,”ujarnya.

Pj Ketut Lihadnyana menjelaskan sejauh ini pajak untuk lahan pertanian masih memberatkan petani. Pasalnya tidak seluruh lahan pertanian memiliki kondisi yang sama. Sehingga perlu dibuatkan beberapa kluster untuk menetapkan nilai NJOP. “Jadi lihat lahan pertanian itu sebagai multifungsi. Baik itu fungsi ekonomi, lingkungan, maupun budaya. Penetapan besaran NJOP ini akan dipengaruhi kluster, kewilayahan, dan tempat objeknya berada,”jelasnya.

Sebelum menentukan besaran NJOP, Pj Bupati akan mengumpulkan masukan-masukan lewat forum diskusi.  Dari masukan yang komprehensif, ia berharap dapat menentukan NJOP yang benar-benar menguntungkan bagi masyarakat maupun pemerintah daerah. “Rencana kita adakan forum diskusi tanggal 28 Oktober. Kita akan hadirkan pihak pajak untuk memberikan gambaran bagaimana menyusun NJOP. Kita undang perbekel, kelian desa adat, kelian subak, dan perwakilan petani karena mereka yang dibebani,”