Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana, ST menyampaikan usulannnya langsung dihadapan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dr. Ir. Basoeki Hadimoeljono, M.Sc untuk menambah titik shortcut sampai titik 11 dan 12. Ini untuk melanjutkan proyek shortcutyang sudah diprogramkan sampai titik 9 dan 10.
Usulan tersebut diungkapkannya ketika mendampingi Menteri Basoeki melakukan kunjungan kerja di titik 5 dan 6 Jalan Baru Batas Kota Singaraja-Mengwitani atau yang sering disebut shortcut Singaraja-Mengwitani, Minggu (1/9).
Ditemui usai kegiatan, Bupati yang akrab disapa PAS ini menjelaskan dirinya sudah mengusulkan secara langsung kepeda menteri untuk menambah titik shortcut sampai titik 11 dan 12. Rencananya, shortcut titik 11 dan 12 sampai dengan Desa Ambengan, Kecamatan Sukasada. Bupati PAS pun merasa, kemungkinannya sangat besar untuk pembangunan dua titik tersebut.” Saya rasa dengan efisiensi pembangunan shortcut 1 - 10, titik 11 dan 12 sangat berpeluang bisa dibangun atau dilanjutkan,” jelasnya.
Pembangunan aksesibilitas sangat perlu dipertimbangkan. Buleleng memerlukan aksesibiltas untuk lebih maju. Daerah Bali Utara sendiri memiliki spot-spot pariwisata yang sangat luar biasa. Jika berbicara konsep penyeimbangan Bali Utara dan Bali Selatan, aksesibilitas ini bisa menjadi solusi yang dominan untuk menghilangkan kesenjangan yang ada utamanya ekonomi. “Kita memiliki potensi yang sangat besar di bidang pariwisata. Saya rasa dengan adanya aksesibilitas yang memadai, kesenjangan ekonomi antara Bali Utara dan Bali Selatan bisa sedikit teratasi,” ujar Bupati PAS.
Sementara itu, ketika disinggung mengenai kemungkinan pembangunan shortcut titik 11 dan 12, Menteri Basoeki menyebut belum tahu gambarannya. Hal tersebut dikarenakan titik 11 dan 12 baru saja diusulkan oleh Bupati PAS. Kemungkinan nantinya akan dipertimbangkan dan didesain. “Kita akan liat perkembangan selanjutnya,” sebutnya.
Dirinya menambahkan untuk pembangunan shortcut Singaraja-Mengwitani ini secara keseluruhan sampai dengan titik 10 dianggarkan dana sebesar Rp. 550 Milyar. Namun, setelah evaluasi didapatkan angka Rp. 337 Milyar. Jumlah tersebut didapatkan setelah melakukan value engineering. Kalau ada satu konsultan mendesain dan menghitung, tidak langsung diterima. Melainkan ada konsultan yang lain melakukan pengecekan ulang. “Bisa dilihat perbedaan dari metodologi kerja. Misalnya cut and fill tidak dihitung, tapi setelah pengecekan dihitung. Nah itu menjadi efisiensi,” tutup Basoeki. (dra)